Dampak Kecenderungan Konurbasi Jakarta-Bandung terhadap Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Lingkungan

Dampak Kecenderungan Konurbasi Jakarta-Bandung terhadap Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Lingkungan

Meluasnya kawasan perkotaan di sepanjang koridor Jakarta-Bandung telah menyebabkan terjadinya fenomena konurbasi. Konurbasi menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 494 tahun 2005 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Perkotaan merupakan proses dimana suatu kota metropolitan mengalami perkembangan fisik perkotaan yang menyatu dengan kota-kota di sekitarnya membentuk kawasan metropolitan yang lebih besar.

Lahan-lahan pertanian di sepanjang koridor Jakarta-Bandung terus mengalami alih fungsi ke lahan non pertanian, khususnya ke ruang terbangun (built-up area). Kecenderungan konurbasi yang menghubungkan kawasan metropolitan Jabodetabek (Jakarta Megacity) dengan Metropolitan Bandung telah terindikasikan dari pola spasial perubahan penggunaan/tutupan lahan di kawasan tersebut. Perkembangan Jabodetabek ini menjadi semakin kompleks dan luas, terutama dengan semakin menguatnya koneksi dan interaksi dengan Bandung Raya sebagai wilayah metropolitan yang berdekatan.

P4W-LPPM IPB melakukan sebuah kegiatan penelitian berjudul Dampak Kecenderungan Konurbasi Jakarta-Bandung terhadap Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Lingkungan, oleh Dr. Ernan Rustiadi, Dr. Andrea Emma Pravitasari, Dr. Yudi Setiawan dan Setyardi Pratika Mulya, S.P., M.Si. Kegiatan penelitian ini dilakukan selama 3 tahun (multiyears) yang dimulai dari tahun 2015. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) untuk menggambarkan dinamika perubahan penggunaan lahan (land use/cover change) di koridor Jakarta-Bandung (konurbasi Jakarta-Bandung), (2) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konurbasi tersebut menggunakan model Geographically Weighted Regression (GWR), (3) menganalisis dampak sosial, ekonomi dan lingkungan yang timbul dari fenomena konurbasi Jakarta-Bandung, (4) merekomendasikan rumusan kebijakan tata ruang berbasis pewilayahan yang dilakukan menggunakan Spatial Clustering Method.

Penelitian di tahun pertama dan tahun kedua sudah menjawab tujuan penelitian (1), (2) dan (3). Sedangkan penelitian pada tahun ketiga (2017) fokus untuk menjawab tujuan penelitian (4). Faktor-faktor penyebab alih fungsi lahan dan pola perluasan kawasan perkotaan yang diperoleh dari hasil analisis GWR di tahun kedua yang kemudian dijadikan sebagai proxy untuk melakukan pewilayahan sehingga pada ujungnya akan dihasilkan rumusan-rumusan kebijakan tata ruang berdasarkan hasil analisis Spatial Clustering Method.

label, , ,

One Comment

  1. Shafa Salsabila 27 May 2022 Reply

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *