Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Nunukan Tahun 2025-2045

 

Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kebijakan Lingkungan dirumuskan dan diimplementasikan. Pada Pasal 15 disebutkan instrumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) wajib dilaksanakan untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Disamping itu diamanatkan bahwa KLHS sebagaimana dimaksud wajib diintegrasikan kedalam penyusunan atau evaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rinciannya, Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota termasuk memaduserasikan kebijakan, Rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup, fungsi serta daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

Pemerintah Kabupaten Nunukan wajib melakukan pembuatan dan pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Nunukan Tahun 2025-2045 untuk mewujudkan perencanaan pembangunan daerah yang sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Pembuatan dan pelaksanaan KLHS RPJPD berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pembuatan dan Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.

Berdasarkan hasil analisis daya dukung dan daya tampung Kabupaten Nunukan, analisis capaian Kabupaten Nunukan terhadap indikator TPB, dan analisis capaian OPD terhadap indikator TPB, dapat disimpulkan kedalam beberapa point.

  1. Capaian TPB di Kabupaten Nunukan berdasarkan target nasional yang tertuang di dalam Lampiran Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017, Kabupaten Nunukan telah melaksanakan sebanyak 15 TPB, 80 target dan 192 indikator, dengan status sebagai berikut:
    1. Sebanyak 47 indikator (24,50%) sudah dilaksanakan dan sudah mencapai target nasional (SS);
    2. Sebanyak 40 indikator (20,80%) sudah dilaksanakan dan belum mencapai target nasional (SB);
    3. Sebanyak 71 indikator (37,00%) belum dilaksanakan dan belum mencapai target nasional (BB); dan
    4. Sebanyak 34 indikator (17,70%) tidak ada data (NA).
  2. Sementara capaian berdasarkan RAD TPB Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2021-2026, Kabupaten Nunukan telah melaksanakan sebanyak 13 tujuan, 37 target dan 56 indikator yang menjadi kewenangan kabupaten, dengan status sebagai berikut:
    1. Sebanyak 8 indikator sudah tercapai (14,29%)
    2. Sebanyak 23 indikator akan membaik (41,07%)
    3. Sebanyak 2 indikator perlu perhatian khusus (3,57%)
    4. Sebanyak 23 indikator belum tersedia datanya. (41,07%)
  3. Berdasarkan ranking keterkaitan antar isu Pembangunan berkelanjutan strategis di Kabupaten Nunukan, maka terdapat 5 (lima) isu pembangunan berkelanjutan strategis yang memiliki keterkaitan, yaitu:
    1. Rendahnya kapasitas dan kuantitas SDM di bidang kesehatan, pendidikan, lingkungan, dan ketenagakerjaan
    2. Eksploitasi SDA yang berlebihan
    3. Bencana akibat aktivitas manusia (kebakaran lahan, longsor dan kekeringan)
    4. Terbatasnya akses terhadap kebutuhan dan infrastruktur dasar (pangan, kesehatan, pendidikan, transportasi, listrik, air bersih dan komunikasi)
    5. Rendahnya kontribusi investasi terhadap ekonomi masyarakat

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka rekomendasi secara umum bagi Kabupaten Nunukan adalah sebagai berikut:

  1. Optimalisasi pemanfaatan SDA secara berkelanjutan. Memprioritaskan pembangunan berkelanjutan berbasis blue economy dan green economy. Ekonomi biru di Kabupaten Nunukan dapat diupayakan melalui optimalisasi komoditas rumput laut dan perikanan tangkap sementara green economy dapat diupayakan melalui pengembangan energi baru terbarukan (EBT) antara lain energi biomassa seperti pemanfaatan cangkang inti sawit sebagai pengganti bahan bakar, dan pengurangan limbah seperti pemanfaatan sampah plastik;
  2. Melakukan peningkatan kapasitas SDM;
  3. Pembangunan berbasis risiko (mitigasi bencana alam) dan inklusif yang melibatkan masyarakat lokal dan tidak hanya berdasarkan sektoral dan kelompok tertentu;
  4. Peningkatan layanan infrastruktur, terutama akses terhadap kebutuhan terhadap pelayanan dasar;
  5. Peningkatan sinergitas dan pembagian peran antar stakeholder, baik pemerintah daerah, pelaku bisnis maupun mitra pembangunan dengan syarat adannya kejelasan lokasi, sesuai dengan kewenangan dan melalui pendekatan HITS, yakni holistik, integratif, tematik dan spasial.
label, , , ,

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *