Kajian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 40 Kecamatan Kabupaten Bogor Tahun 2024
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah ukuran statistik yang digunakan untuk mengevaluasi kemajuan dan kualitas hidup manusia di suatu negara (UNDP, 2023b). IPM didasarkan pada tiga dimensi utama yaitu umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan standar hidup yang layak. IPM memberikan informasi yang penting bagi pembuat kebijakan untuk mengembangkan kebijakan pembangunan yang lebih baik dan berkelanjutan. Konsep dan definisi pembangunan manusia telah termuat dalam laporan UNDP tahun 1990. Dalam laporan tersebut, pengukuran pembangunan manusia dijelaskan secara detail yang berbentuk IPM.
Berdasarkan status IPM, Kabupaten Bogor tergolong “tinggi”, dengan IPM pada tahun 2023 sebesar 74,24 meningkat dibandingkan tahun 2022 yaitu sebesar 73,63. Semua indikator komponen IPM Kabupaten Bogor masih berada dibawah rata-rata Jawa Barat. Kabupaten Bogor tergolong kelompok (kuadran IV) menurut tipologi Klassen berdasarkan Angka IPM dan pertumbuhan IPM tahun 2023. Kuadran IV merupakan wilayah yang memiliki angka IPM dan pertumbuhan IPM yang lebih rendah dibanding rata-rata Provinsi Jawa Barat, sehingga harus menjadi perhatian khususnya bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor untuk meningkatkan kinerja pembangunan menusia melalui kebijakan dan program yang lebih terarah dan efektif. Oleh karenanya, diperlukan kajian terhadap komponen penyusun IPM berbasis wilayah kecamatan di Kabupaten Bogor, sehingga dapat diketahui kinerja masing-masing indikator komponen IPM pada setiap kecamatan.
Maksud dilaksanakannya kegiatan Analisis Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Bogor adalah untuk memberikan gambaran pembangunan kualitas manusia berdasarkan Kecamatan di wilayah Kabupaten Bogor pada tahun 2023. Lingkup kajian meliputi 40 kecamatan di Kabupaten Bogor. Aspek yang dikaji mencakup semua indikator komponen IPM pada masing-masing kecamatan.
Metode analisis yang akan digunakan yaitu dibagi menjadi kedalam 4 tahapan, yaitu pertama menghitung Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan menggunakan penghitungan IPM menggunakan rataan geometric, menggunakan model pertumbuhan dan peluruhan (growth and decay model), menggunakan analisis scalogram, serta melakukan analisis clustering/spatial clustering.
Kajian mengenai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Bogor tahun 2024 memberikan gambaran yang optimis terkait perkembangan kualitas hidup masyarakat, sembari mengingatkan akan adanya tantangan-tantangan yang harus segera diatasi untuk menciptakan pembangunan yang lebih berkeadilan. Secara umum, IPM Kabupaten Bogor terus menunjukkan tren positif, meningkat dari 67,83 pada tahun 2016 menjadi 74,24 pada tahun 2024. Capaian ini menjadi penanda bahwa berbagai upaya yang dilakukan pemerintah daerah dalam membangun kualitas pendidikan, kesehatan, dan ekonomi telah memberikan dampak yang signifikan.
Namun, keberhasilan ini masih dibayangi oleh tantangan yang cukup mendalam, terutama terkait dengan kesenjangan antar wilayah. Beberapa kecamatan seperti Gunung Putri mencatat IPM yang tinggi, yaitu mencapai 87,69, sementara wilayah seperti Sukajaya dan Leuwisadeng masih tertinggal dengan nilai IPM sekitar 60-an. Ketimpangan ini tidak hanya mencerminkan perbedaan dalam akses terhadap fasilitas pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, tetapi juga menyoroti perlunya perhatian khusus terhadap wilayah-wilayah yang menghadapi kendala geografis, infrastruktur yang minim, dan keterbatasan sumber daya manusia. Ketidakmerataan ini, jika tidak segera ditangani, dapat menjadi hambatan dalam upaya mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.
Untuk menjawab tantangan ini, diperlukan pendekatan yang lebih menyeluruh dan inklusif, yang tidak hanya berorientasi pada capaian angka, tetapi juga menyentuh akar persoalan di setiap wilayah. Penguatan infrastruktur pendidikan, kesehatan, dan ekonomi secara merata harus menjadi prioritas utama. Program pemberdayaan masyarakat seperti pelatihan keterampilan, dukungan kepada UMKM, dan penyediaan insentif untuk menarik investasi perlu terus didorong. Di samping itu, pendekatan berbasis karakteristik wilayah, khususnya untuk kecamatan-kecamatan dengan IPM rendah, akan menjadi kunci untuk mengurangi kesenjangan pembangunan.