PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), khususnya induk BUMN Holding Pangan yang bertugas untuk mewujudkan tiga tujuan utama yaitu ketahanan pangan, inklusivitas, dan perusahaan berkelas dunia. Dalam rangka pengembangan bisnis dan mendukung ketahanan pangan nasional, PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) berencana melakukan pengembangan lahan pertanian yang dimiliki oleh PT Sang Hyang Seri (SHS). Lahan tersebut terletak di wilayah Sukamandi dengan luas kurang lebih 3.000 hektar. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, SHS menunjukkan kinerja yang kurang baik (mencatatkan rugi). Untuk memperbaiki kondisi tersebut, SHS perlu melakukan beberapa langkah cepat dan tepat termasuk optimalisasi potensi yang dimiliki dengan strategi dan model bisnis yang sesuai dengan kondisi SHS dan lingkungan bisnis SHS. Oleh sebab itu, diadakanlah kegiatan ini yang bertujuan untuk Menyusun Kajian Transformasi Model Bisnis PT Sang Hyang Seri di Pengelolaan Lahan Sukamandi, Kabupaten Subang. Secara umum, ruang lingkup pekerjaan meliputi a) kajian pengembangan komoditas, dan b) penyusunan model bisnis.
Lokasi yang menjadi obyek kajian terbagi menjadi dua kategori. Kajian yang secara substansi lebih mengarah kepada budidaya teknis berfokus pada lahan PT SHS Sukamandi. Sementara kajian yang secara substansi membahas aspek sosial ekonomi akan menganalisis pula kondisi desa-desa dimana lahan PT SHS Sukamandi berada, selain materimateri internal PT SHS. Hasil analisis dari aspek lahan menunjukan bahwa kesesuaian lahan untuk padi sawah dan benih padi adalah S2rc, nr. Kelas ini bisa menjadi S1 jika dibuat saluran drainase dan pemberian bahan organik. Kelas kesesuaian lahan untuk jagung adalah S3oa, nr. Kelas ini bisa menjadi S2 jika dibuat saluran drainase dan pemberian bahan organik. Rekomendasi pemupukan untuk tanaman padi dan untuk peruntukan benih di lahan Sukamandi adalah bahan organik 5 ton/ha, Urea 300 kg/ha, SP36 100kg/ha, KCl 150 kg/ha. Sedangkan rekomendasi pemupukan untuk tanaman jagung di Sukamandi adalah bahan organik 5 ton/ha, Dolomit 3 ton/ha, Urea 350 kg/ha, SP36 100 kg/ha, KCl 150 kg/ha. Pada aspek ketersediaan dan penggunaan air, kondisi saluran irigasi dan saluran pembuang saat ini terjadinya pendangkalan saluran akibat sedimentasi. Hal ini menyebabkan menurunnya kapasitas saluran dalam mengalirkan air. Volume sedimentasi yang terjadi dihitung berdasarkan kondisi awal dimensi saluran ketika dibangun. Untuk dapat mengembalikan fungsi saluran sesuyai dengan kapasitasnya maka perlu dilakukan penggalian sediemntasi dengan perkiraan biaya Rp 107.000,- per m3 maka dapat dihitung besarnya biaya Rp. 49.683.634.000,-.
Selanjutnya dari aspek budidaya, Intensitas pertanaman (IP) dapat ditingkatkan dengan menerapkan pola tanam padi-jagung-padi dari semula pola tanam padi-bera-padi. Pola tanam padi-jagung-padi akan memperbaiki kondisi lahan, memutus siklus hama dengan adanya rotasi tanaman. Dengan menerapkan teknologi budidaya yang baik (GAP) untuk padi dan jagung, akan dicapai produktivitas 7 ton GKP dan 6,5 ton biji pipilan kering per hektar. Teknologi budidaya yang baik tersebut adalah meliputi 1) penyiapan lahan dan penentuan waktu tanam yang tepat; 2) Penggunaan varietas dan benih unggul; 3) Merapatkan jarak tanam menjadi 25 cm x 25 cm; 4) Pemupukkan sesuai dosis yang direkomendasikan dan pembenaman jerami perlu dilakukan untuk menambah bahan organik tanah (perlu dicegah pembakaran Jerami); 5) Pengendalian gulma; 6) Pengairan teratur secara berselang (intermitten) untuk padi; 7) Pengendalian hama penyakit terpadu; 8) Panen dan pasca panen yang tepat untuk mengurangi kehilangan hasil.
Pada aspek sosial ekonomi, isu utama dalam pengelolaan lahan SHS adalah adanya penguasaan lahan oleh penggarap yang turun temurun, calo dan tuan tani yang dapat menjadi kendala dalam pengelolaan lahan. Secara sosial, pengembangan komoditas di lahan SHS layak dengan pertimbangan petani/masyarakat telah memiliki pengalaman budidaya tanaman pangan khususnya padi. Mitigasi penanganan aspek sosial harus dipersiapkan dengan baik sebelum pengembangan bisnis dilakukan terutama dalam penerapan “Corporate farming”. Pendataan petani berdasarkan tipologi petani “murni”, “tuan tani”, dan “calo tani” perlu dilakukan agar diperoleh database petani yang akan dilibatkan dalam pengembangan bisnis SHS. Pelibatan masyarakat sekitar khususnya petani penggarap harus dilakukan, terutama dalam kegiatan budidaya/pemeliharaan tanaman atau kegiatan lainnya yang sesuai kompetensi penggarap. Perlunya Pelibatan aparatur desa sekitar lokasi juga perlu dilakukan untuk menjamin pelaksanaan bisnis dapat berjalan dengan baik. Selain itu, bisnis harus dilakukan secara terintegrasi dari on-farm hingga off-farm.
Selanjutnya pada aspek finansial, model transformasi bisnis yang paling menguntungkan adalah “Corporate Farming”. Pengembangan lahan untuk komoditas padi – jagung menjadi produk beras konsumsi, beras ketan, benih, dan jagung pipil dari aspek pasar layak dilakukan karena besarnya permintaan pasar. Wilayah utama pemasaran untuk beras adalah Jawa Barat dan DKI Jakarta, sedangkan benih padi yaitu Jawa Barat dan Banten. Untuk jagung, pasar utamanya adalah pabrik pakan yang berada di Cirebon, Bekasi, Bogor, dan Banten. Hasil analisis kelayakan finansial usahatani padi menjadi beras konsumsi, beras ketan, benih, serta usahatani jagung menjadi jagung pipilan berdasarkan kriteria NPV, IRR, BC Ratio, Payback Period selama periode 15 tahun layak dilakukan baik pada model Corporate Farming maupun model Contract Farming. Namun net inflow yang yang diperoleh pada model Corporate Farming jauh lebih besar dibandingkan dengan model Contract Farming. Untuk menjamin tercapainya efisiensi dan profitabilitas usaha yang lebih besar, bisnis harus dilakukan secara terintegrasi dari on farm hingga off farm. Inisiasi kerjasama diperlukan untuk memastikan offtaker untuk penjualan produk yang dihasilkan, khususnya jagung pipil kering dengan pabrik pakan (feedmill). Diperlukan pula revitalisasi dan investasi baru sarana dan prasarana produksi dengan penambahaan modal kerja. Opsi kerjasama bisnis dengan “strategic partner” dapat ditempuh untuk mengatasi kebutuhan modal kerja yang besar terutama untuk pola Corporate Farming.