Salah satu permasalah gizi yang saat ini menjadi prioritas utama di Indonesia adalah stunting. Prevalensi stunting di Kota Bogor berdasarkan hasil SSGI 2022 sebesar 18,7%. Angka ini masih di atas dari target penurunan stunting Indonesia yaitu 14% di tahun 2025. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan masalah gizi tersebut adalah dengan pendekatan multisektor melalui 5 pilar pencegahan stunting. Salah satu pilarnya adalah ketahanan pangan dan gizi. Pilar ketahanan pangan meliputi aspek ketersediaan, keterjangkauan dan pemanfaatan pangan. Kondisi terpenuhinya pangan tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan (UU Pangan No 18/2012). Salah satu cara untuk memperoleh gambaran situasi pangan dapat disajikan dalam suatu neraca atau tabel yang dikenal dengan nama Neraca Bahan Makanan.
Neraca Bahan Makanan (NBM) adalah tabel yang menyajikan gambaran menyeluruh tentang penyediaan/pengadaan (supply), penggunaan/ pemanfaatan (utilization) pangan di suatu wilayah dalam periode tertentu (dalam kurun waktu satu tahun). Kota Bogor adalah salah satu wilayah perkotaan di Provinsi Jawa Barat yang dihuni oleh 1.060.940 jiwa (data BPS tahun 2022). Di sisi lain sektor pertanian hanya memberikan kontribusi yang sangat kecil terhadap perekonomian Kota Bogor, yakni hanya 0.75% dari PDRB Atas Harga Berlaku tahun 2020. Tantangan dari sisi penyediaan adalah tingkat ketergantungan pangan yang tinggi dari daerah produsen. Hal ini menyebabkan kerentanan terhadap ketidakstabilan pasokan dan harga pangan. Luas lahan sawah yang hanya 300 ha di tahun 2022, menjadi tantangan pemerintah daerah dengan adanya fenomena arus urbanisasai dan migrasi, serta fenomena konversi lahan sawah menjadi permukiman dan industri yang semakin bertambah. Sehingga diperlukan perencanaan pangan dan gizi yang tepat dan akurat di Kota Bogor tentang situasi ketersediaan, distribusi, dan konsumsi dari waktu ke waktu. Situasi ketersediaan pangan untuk dikonsumsi masyarakat secara agregat dapat diketahui dengan menggunakan Tabel Neraca Bahan Makanan (NBM).
Berdasarkan hasil analisis Neraca Bahan Makanan (NBM) diperoleh ketersediaan pangan di Kota Bogor pada Tahun 2022 secara kuantitas sudah baik (ketersediaan energi 2.318 kkal/kap/hari, ketersediaan protein 76,4 gram/kap/hari) dan ketersediaan yang cukup beragam (skor PPH 86,3). Ketersediaan protein telah mencapai 121,1% dari Angka Kecukupan Protein yang dianjurkan (63 gram/kap/hari), sedangkan untuk ketersediaan energi sudah mencapai 96,6% Angka Kecukupan Energi yang dianjurkan (2.400 kkal/kap/hari). Kualitas ketersediaan pangan yang dilihat dari skor PPH juga menunjukkan Kota Bogor telah memiliki ketersediaan pangan yang cukup beragam (Skor PPH 86,3) dan konsumsi (83,1). Meskipun ketersediaan pangan di Kota Bogor sudah cukup baik, namun masih perlu ditingkatkan terutama ketersediaan energi dan keragaman jenis pangannya.
Ketersediaan pangan strategis di Kota Bogor hampir seluruhnya dipasok dari kabupaten kota yang ada diluar Kota Bogor. Sebagai kota dengan fungsi kegiatan perdagangan dan jasa, Kota Bogor perlu menjaga kestabilan pasokan pangan dan kestabilan harga pangan pokok dan strategisnya, agar tidak terjadi inflasi. Dengan demikian kebutuhan pangan pokok dan strategis penduduk dapat terpenuhi dengan harga yang terjangkau. Upaya penyediaan pangan ini sangat berperan dalam pemenuhan target Pembangunan berkelanjutan dan penurunan stunting.
Ketahanan pangan merupakan salah satu program yang mendukung terciptanya Kota Bogor yang memiliki daya saing dan sejahtera. Program peningkatan ketahanan pangan mendukung peningkatan pembangunan ekonomi dan sumberdaya manusia. Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian merupakan OPD penanggung jawab untuk pencapaian program ketahanan pangan tersebut. Hasil analisis NBM tahun 2023 menunjukkan bahwa ketersediaan energi dan protein Kota Bogor sudah cukup baik (tingkat kecukupan >90%), namun keragaman pangannya walaupun sudah cukup baik, masih perlu ditingkatkan (skor PPH <90). Terdapat beberapa jenis pangan yang memiliki tingkat ketersediaan energi di atas kondisi ideal (sudah cukup baik) di Kota Bogor seperti padi-padian dan minyak dan lemak. Potensi ekonomi dari tingginya distribusi pangan dari berbagai daerah perlu mendapat perhatian dari pihak pemerintah agar pasokan ketersediaan pangan dan strategisnya dapat tetap terjaga. Agar ketersediaan pangan yang ada dapat dimanfaatkan dengan maksimal di dalam wilayah Kota Bogor. Kemampuan pengolahan pangan, pengemasan pangan, dan penciptaan pasar, serta digitalisasi pasar ada akhirnya dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas konsumsi penduduk.