Pengelolaan Kawasan Ekosistem Essensial (KEE) sudah berjalan pada beberapa lokasi di Indonesia seperti di pulau Jawa sudah ada 13 KEE yang mencapai 120.109,25 ha. Meskipun demikian juga terdapat lokasi yang belum terdapat pengelolaan KEE seperti di Maluku dan Papua, berdasarkan data BPEE hingga akhir 2018 masih belum ada pengelolaan KEE. Pulau Kalimantan sudah cukup banyak lokasi yang menjadi KEE, dimana terdapat 8 lokasi KEE dengan luasan yang mencapai 660.897,12 ha dan menjadi yang terluas.
Kegiatan penyusunan Kawasan Ekosistem Essensial (KEE) di Provinsi Kalimantan Utara dilakukan dalam upaya memenuhi amanat program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Hutan yang dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Utara. Berdasarkan program tersebut Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Utara ingin melihat potensi Kawasan Ekosistem Esensial di wilayah Kota Tarakan dan Kabupaten Nunukan untuk mendukung konservasi sumber daya alam dan pembangunan berkelanjutan. Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) diartikan sebagai kawasan bernilai ekosistem penting yang berada di luar Kawasan Suaka Alam (KSA), Kawasan Pelestarian Alam (KPA), dan Taman Buru (TB) yang secara ekologis menunjang kelangsungan kehidupan melalui upaya konservasi keanekaragaman hayati untuk kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia yang ditetapkan sebagai kawasan yang dilindungi. KEE menjadi upaya daerah untuk menjaga dan memelihara keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya baik di dalam maupun di luar Habitatnya agar keberadaannya tidak punah, tetap seimbang, dan dinamis dalam perkembangannya. KEE juga dapat menjadi fungsi pemanfaatan yang memperhatikan keberlanjutan manfaat ekonomi, manfaat sosial, dan manfaat ekologinya (lestari).
Kawasan Ekosistem Esensial memiliki bentuk kawasan yang berbeda-beda, yaitu kawasan lahan basah, koridor hidupan liar, areal bernilai konservasi tinggi, taman keanekaragaman hayati, hingga areal konservasi yang dikelola masyarakat. Bentuk perlindungan secara terstruktur dimulai dari perencanaan hingga evaluasi dan pembinaan. Salah satu bentuk perencanaan KEE adalah identifikasi dan inventarisasi areal-areal yang berpotensi sebagai KEE.
Hasil identifikasi Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) di Kabupaten Nunukan menunjukkan bahwa kawasan yang diusulkan sebagai KEE di Kabupaten Nunukan seluas 103.339 ha dan tersebar di enam kecamatan yaitu Lumbis Ogong, Nunukan, Sebuku, Sei Menggaris, Sembakung, dan Tulin Onsoi. Terbentuknya koridor pada enam kecamatan ini berdasarkan lokasi potensial yang diusulkan yaitu (1) Koridor (lintasan) Gajah Kalimantan (Elephas maximus borneensis), (2) habitat Bekantan (Nasalis larvatus), dan (3) Ekosistem lahan basah (wetland). Sementara untuk menjamin kawasan ini maka diperlukan kelembagaan kolaboratif antara 14 perusahaan pemegang izin/hak, selain juga KPH, enam kecamatan di kabupaten Nunukan, dan masyarakat adat sebagai pengelola eksisting.
Sementara Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) yang diusulkan di Kabupaten Tarakan sebesar 7.044 ha berupa Hutan Lindung dan 22 ha berupa Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan yang terletak di Kelurahan Karang Rejo. Dasar penetapan wilayah menjadi KEE di Kota Tarakan adalah mempertimbangkan tingginya keanekaragaman hayati serta terdapatnya speies flora dan fauna yang dilindungi seperti Bekantan (Nasalis larvatus) yang tergolong Endangered (EN) oleh IUCN dan dilindungi oleh PermenLHK 106/2018, dan Tengkawang (Shorea stenoptera) yang tergolong Endangered (EN) oleh IUCN. Selain itu juga lokasi tersebut menjadi salah satu sumber air bagi embung- embung di Kota Tarakan seperti Embung Andulung dan Binalatung yang menjadi sumber air baku bagi masyarakat. Lebih jauh hutan lindung merupakan manivestasi penyimpanan air bawah tanah yang
baik. Pada lokasi yang direncanakan juga merupakan ekosistem yang mampu menjadi barrier alami terhadap isu strategis Kota Tarakan yaitu Abrasi pantai. Ekosistem Mangrove juga memiliki fungsi ekologis lain seperti habitat Bekantan, pemijahan ikan, hingga fungsi ekonomi seperti wisata.
Kegiatan penyusunan Kawasan Ekosistem Essensial (KEE) di Provinsi Kalimantan Utara ini diselesaikan dalam waktu 4 bulan melalui kerjasama antara Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Utara dan Pusat Pengkajian Perencanaan danPengembangan Wilayah, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, IPB.