Kebutuhan pangan khususnya beras yang terus meningkat dari tahun ke tahun, berkonsekuensi terhadap kapasitas penyediaan produksi pangan yang juga diharapkan ikut bertumbuh. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dari waktu ke waktu, menjadi faktor pendorong terhadap penyediaan pangan yang lebih produktif. Munculnya Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2019 tentang pengendalian alih fungsi lahan sawah, sebagai jawaban atas semakin banyaknya areal lahan sawah produktif yang beralih fungsi penggunaan menjadi non sawah. Alih fungsi lahan juga banyak terjadi di wilayah Kabupaten Tangerang, karena letak geografisnya yang strategis sebagai salah satu daerah penyangga ibu kota. Kabupaten Tangerang telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang Tahun 2011-2031. Peraturan daerah ini mengamanatkan dilindunginya lahan pertanian untuk menjamin kedaulatan pangan secara berkelanjutan kedalam bentuk Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) di beberapa kecamatan.
Seiring dengan pertumbuhan pembangunan di Kabupaten Tangerang, alih fungsi lahan juga kian marak yang menyebabkan kondisi lahan pertanian juga senantiasa berubah fungsi. Oleh karena itu ketersediaan peta kawasan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Tangerang sangat diperlukan untuk menjadi dasar acuan dalam setiap tahap pembangunan, terkait perijinan dan pengendalian pemanfaatan lahan. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi dalam bentuk peta yang dapat menunjukkan sebaran calon lahan pertanian pangan berkelanjutan di seluruh wilayah Kabupaten Tangerang, sehingga dapat dijadikan rujukan bagi pengambil kebijakan. Kegiatan ini bertempat di Kecamatan Rajeg yang memiliki sebaran lahan sawah di 6 desa.
Sebaran hamparan lahan sawah dalam Kawasan lahan Pertanian Pangan di Kecamatan Rajeg seluas 972,78 Ha tersebar di 6 (enam) desa dengan jumlah petak sawah 5.382 unit petak. Berbeda dengan luas keseluruhan sawah di Kecamatan Rajeg, lokasi kajian hanya dilakukan sekitar 504,03 Ha (2.319 unit petak) yang merupakan kawasan pertanian yang menjadi prioritas. Dari luasan tersebut 442,92 Ha (2.048 unit petak) lahan sawah yang terverifikasi (dalam hal ini informasi dasar kepemilikan lahan, dan aspek produktivitas), pada 3 desa yaitu, Desa Pangarengan, Desa Rancabango, dan Desa Sukamanah.
Hasil verifikasi lapangan menunjukan beberapa perubahan antara lain (i) validasi batas desa khusus pada areal lahan sawah, terkonfirmasi lintas kecamatan. Sebagian lahan sawah (batas lama) termasuk dalam wilayah Kecamatan Rajeg, hasil verifikasi masuk dalam wilayah Kecamatan Mauk, Desa Gunungsari dengan luas perubahan sekitar 44,45 Ha. (ii) batas petak sawah hasil delineasi pada citra resolusi sangat tinggi beda waktu (tahun 2017), terkoreksi dan mengalami perubahan pada kondisi eksisting.
Berdasarkan hasil analisis, didapatkan hasil rata-rata pengusahaan lahan oleh petani sekitar 0,22 Ha. (ii) Status pengusahaan lahan oleh petani pada wilayah kajian terdapat 3 tipe, (1) petani pemilik, (2) petani penggarap, dan (3) petani sewa. Pada lokasi kajian (Kecamatan Rajeg), lahan sawah dominan pengusahaan lahan oleh petani penggarap sekitar 84,6%, sementara petani pemilik sekitar 4,6% dan petani sewa 10,8%. (iii) Indeks pertanaman rata-rata 2 kali tanam dalam 1 kali masa tanam dengan rata-rata produktivitas 2-6 Ton/Ha. (iv) Sumber air sebagian besar bersumber dari Saluran irigasi utama Cisadane Barat, yang membentang dari wilayah timur ke barat secara berurutan dari saluran sekunder Rawa bango sampai saluran sekunder Pabuaran. Akses langsung sumber air ke lahan dominan dengan sistem pompanisasi.
Hasil formulasi lapangan menunjukan beberapa prasyarat lahan pertanian yang perlu dilindungi dan menjadi prioritas secara umum antara lain (i) daerah kekurangan air tetapi dekat dengan saluran irigasi teknis, memiliki indeks pertanaman 1 kali dalam masa tanam, dan kepemilikan lahan lebih dari 2 Ha, (ii) daerah kekurangan air dan banyak sumur, memiliki indeks pertanaman 2 kali dalam masa tanam, beberapa areal lahan oleh petani dilakukan tanam 1 kali, dan kepemilikan lahan garapan dominan dari luar wilayah, (iii) daerah cukup air dan sebagian air tersedia dari genangan tanaman karet, memiliki indeks pertanaman padi 2 kali dalam masa tanam dan secara fisik lahan optimal 3 kali tanam (IP-3), pertimbangan ada dipetani, kepemilikan lahan dominan milik pribadi sendiri.