Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang menyatakan bahwa Pengembangan kawasan agropolitan dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi pelayanan prasarana dan sarana penunjang kegiatan pertanian, baik yang dibutuhkan sebelum proses produksi, dalam proses produksi, maupun setelah proses produksi. Upaya tersebut dilakukan melalui pengaturan lokasi permukiman penduduk, lokasi kegiatan produksi, lokasi pusat pelayanan, dan peletakan jaringan prasarana. Pengembangan Kawasan agropolitan juga akan mengurangi ancaman alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Tangerang. Sebagai wilayah penyangga Ibukota alih fungsi lahan pertanian menjadi tantangan bagi Kabupaten Tangerang. Di sisi lain, kedekatan posisi geografis Kabupaten Tangerang dengan Ibu Kota DKI Jakarta menjadi peluang bagi pengembangan sektor pertanian itu sendiri, yaitu sebagai pemasok kebutuhan pangan.
Dalam rangka untuk mendukung pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Tangerang, Pemerintah Kabupaten Tangerang telah menyediahkan lahan sebagai aktvitas setra Kawasan Agropolitan yang terletak di Kawasan Pustura, Desa Sepatan seluas kurang lebih 10 Ha. Sesuai dengan arahan dalam Masterplan Pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Tangerang, lahan tersebut direncakan sebagai pusat pengembangan agropolitan, yaitu sebagai pengolahan pasca panen, Pendidikan dan pelatihan kegiatan pertanian hortikultura di Kawasan Agropolitan. Pengembangan Lahan pada Kawasan Agropolitan Kabupaten Tangerang bertujuan untuk memberikan pendampingan kepada petani di Kawasan pustura dan pengelola kawasan agropolitan dari mulai proses pengelolaan lahan hingga pendampingan pada pengelolaan pasca panen produk hortikultura.
Sebagai langkah awal pengembangan komoditas hortikultura di Kawasan Agropolitan Kabupaten Tangerang, diperlukan langkah perbaikan pada kegiatan budidaya di lahan (on-farm). Beberapa masalah yang telah teridentifikasi adalah kurangnya penerapan standar budidaya dan pola tanam yang belum jelas. Penggunaan standar budidaya yang baik (good agricultural practices/GAP) akan berdampak pada peningkatan kualitas dan hasil panen sehingga memungkinkan untuk menembus pasar modern dan memperluas pemasaran. Selain itu penerapan GAP akan mengurangi potensi gagal panen, mencegah timbulnya hama dan penyakit serta meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk sehingga dapat menekan biaya produksi. Rencana pengembangan komoditas dengan penambahan jenis komoditas baru perlu dipertimbangkan secara matang dengan melihat permintaan pasar, faktor produksi dan kesesuaian lahan. Sehingga nantinya penambahan komoditas baru akan meningkatkan pendapatan petani dan dapat mengakomodasi kebutuhan di pasaran. Maka dari itu, perlunya melakukan pendampingan budidaya, mulai dari persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, hingga panen.
Selain pendampingan dalam pengembangan komoditas hortikultur, perlunya pendampingan pasca panen agar hasil panen dapat terserap dengan optimal dan petani mendapatkan keuntungan yang layak. Salah satunya dengan menerapkan model pendampingan petani yang harapannya dapat memudahkan petani dalam melakukan kegiatan usaha tani. Konsep pendampingan ini adalah mendekatkan Teknologi dan Pasar ke petani, sehingga petani dapat mengkases kedua asek tersebut secara mudah. Secara umum nilai barang akan meningkat apabila mempunyai nilai tambah dan berada pada pasar yang tepat. Salah satu strategi untuk meningkatkan nilai tambah adalah dengan menerapkan proses penanganan pasca panen yang baik. Seringkali terlihat petani mencuci produk hortikultur hasil panen dengan menggunakan air sungai. Tentu hal tersebut sangat tidak relevan apabila akan dijual di pasar kelas premium. Untuk itu, perbaikan penanganan pasca panen yang baik merupakan langkah awal dalam proses pendampingan petani tersebut.