Evaluasi Kegiatan Strategis Asuransi Pertanian 2016 – 2020

Pelaksanaan asuransi pertanian merupakan amanat dari undang-undang nomor 19 tahun 2013 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani pasal 37 ayat (1). Salah satu jenis asuransi pertanian yang telah berjalan di Indonesia adalah Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP). Dalam pelaksanaannya, AUTP ini telah banyak membantu petani padi dalam mengatasi masalah gagal panen, sehingga petani dapat terjamin keberlangsungan usahataninya. Namun demikian, pelaksanaan AUTP ini perlu dilakukan evaluasi agar tujuan dan sasaran yang ingin dicapai lebih efektif.

Berdasarkan hal tersebut, maka Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian melakukan Pekerjaan Evaluasi Kegiatan Strategis Tahun 2016-2020 di daerah terhadap kegiatan Asuransi Pertanian, khususnya AUTP, agar pelaksanaan kegiatan khususnya yang dialokasikan di daerah dapat terpantau perkembangan pelaksanaannya, teridenfikasi permasalahan yang dihadapi dan diketahui manfaat yang didapatkan dari pelaksanaan kegiatan tersebut. Hasil dari pekerjaan ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan rekomendasi dan upaya tindak lanjut untuk keberlanjutan pelaksanaan kegiatan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian tahun selanjutnya secara tepat dan efektif.

Hasil evaluasi pelaksanaan kegiatan asuransi pertanian secara umum melihat berdasarkan pelaksanaan AUTP dari sisi inputs, sisi activities, sisi outputs, dan sisi outcomes. Sisi inputs, pelaksanaan sosialisasi AUTP oleh Dinas Pertanian dan pihak asuransi (Jasindo) di 15 lokasi sebagian besar sudah dilakukan secara terjadwal setiap tahun yang biasanya dilakukan menjelang musim tanam.  Jumlah petugas lapangan (POPT dan PPL) di sebagian besar lokasi dinilai masih kurang dibandingkan dengan luasan lahan padi sawah yang terdaftar asuransi. Hal ini menyebabkan informasi dan pendampingan kepada petani kurang maksimal, terutama dalam penilaian kerusakaan saat terjadi gagal panen.  Begitupun dengan anggaran untuk pelaksanaan asuransi pertanian dirasa masih belum memadai terutama untuk lokasi dengan luasan lahan sawah terdaftar yang luas, pembiayaan rekruitmen petugas lapangan (POPT) dan bantuan pembiayaan premi asuransi bagi petani.

Berdasarkan sisi activities, hasil evaluasi diperoleh bahwa secara umum tidak ada kendala dalam proses pendaftaran menjadi peserta asuransi AUTP, lama waktu proses pendaftaran dinilai cukup cepat, besaran premi sebesar Rp 36.000/ha dinilai sudah sesuai, realisasi dan besaran klaim secara umum dinilai cepat dan sesuai dengan prosedur, dan penggunaan dana hasil klaim juga digunakan hanya untuk membiayai usahatani padi yang gagal panen. Namun, penilaian tersebut tidak sama bagi semua lokasi penerima asuransi. Persyaratan ganti rugi untuk kerusakan tanaman yang dapat dipertanggungkan yaitu intensitas kerusakan mencapai ≥75% dan luas kerusakan mencapai ≥75% pada setiap luas petak alami dinilai terlalu sulit, dan mengusulkan untuk dapat dikurangi yaitu menjadi > 50%.

Pelaksanaan AUTP dari sisi outputs, hasil evaluasi secara umum diperoleh bahwa responden petani menyatakan kesediaannya secara sukarela menjadi peserta dengan membayar sebagian premi asuransi yang telah ditetapkan. Pelaksanaan AUTP dari sisi outcomes, secara umum diperoleh informasi bahwa petani peserta menyatakan untuk tetap bersedia melanjutkan menjadi peserta asuransi pertanian (AUTP) dan terus berusahatani padi karena manfaat yang dirasakan yaitu adanya pertanggungan terhadap risiko gagal panen

Adapun rekomendasi yang diberikan untuk kegiatan Asuransi Pertanian: (1)Program asuransi pertanian AUTP perlu terus disosialisasikan secara masif dan berkelanjutan kepada petani baik yang belum maupun sudah menjadi peserta asuransi, tidak hanya dilakukan di lokasi sentra produksi saja. (2)Ditjen PSP bersama Pemerintah Daerah meningkatkan alokasi anggaran dalam mendukung pelaksanaan AUTP khususnya untuk penambahan petugas POPT baru dan bantuan biaya premi kepada petani untuk menjadi peserta asuransi pertanian. (3)Proses seleksi petani calon peserta asuransi harus dilakukan secara tepat dan transparan untuk menghindari risiko penyimpangan. (4)Perlu terobosan baru dalam metode penilaian kerusakan lahan, khususnya akibat banjir dan kekeringan, tidak lagi dilakukan secara manual yang membutuhkan waktu dan petugas lebih banyak, tetapi sudah dilakukan dengan memanfaatkan teknologi seperti drone yang hasilnya lebih cepat dan efektif terutama untuk areal yang luas. (5)Besaran premi dalam upaya meningkatkan partisipasi petani untuk mengikuti program asuransi pertanian perlu dioptimalkan agar dapat mencakup areal yang lebih luas dan peserta yang lebih banyak.  (6)Ditjen PSP dan Jasindo perlu mempertimbangkan adanya model Asuransi Mandiri bagi petani dengan kriteria khusus seperti petani yang bersedia membayar premi yang lebih tinggi dan memiliki luas lahan yang lebih dari 1 hektar yang bersedia untuk didaftarkan. (7)Kriteria lokasi lahan (sentra produksi), persyaratan kerusakan yang dapat dipertanggungkan (>75%) perlu dikaji ulang untuk meningkatkan capaian target luasan lahan yang terdaftar asuransi (AUTP).

label,

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *