Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Program Pada Wilayah Demonstrasi Kegiatan FORCLIME-FC

 

Forests and Climate Change Program (FORCLIME FC) merupakan program Kerjasama pembangunan antara Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Pemerintah Republik Federal Jerman melalui Kementerian Ekonomi dan Pembangunan (BMZ). Tujuan dari program ini adalah untuk menerapkan strategi konservasi hutan, mengembangkan pengelolaan hutan lestari dengan mengurangi emisi GRK dalam skema REDD+, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat hutan. Program ini berlokasi di tiga kabupaten terpilih; Kapuas Hulu (Provinsi Kalimantan Barat), Berau (Provinsi Kalimantan Timur) dan Malinau (Provinsi Kalimantan Utara).

Skema REDD+ berarti Program ini diarahkan untuk mendukung Kebijakan Perubahan Iklim Indonesia melalui pengurangan emisi GRK dari deforestasi dan degradasi hutan, mendorong peran konservasi, pengelolaan hutan lestari dan mengembangkan hutan tanaman untuk meningkatkan stok karbon. Strategi program didasarkan pada Demonstration Activity (DA), melalui kegiatan langsung di desa-desa yang berada di dalam atau di sekitar kawasan DA. Wilayah kerja FORCLIME FC terbagi menjadi 6 (enam) DA, dimana masing-masing DA memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Luas wilayah DA adalah 506.039 ha, meliputi 16 kecamatan dan 79 desa.

Kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program FORCLIME pada DA telah dilakukan setiap tahun, dengan akan berakhirnya pelaksanaan FORCLIME FC pada akhir tahun 2022 ini, maka kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan dengan tujuan mengetahui efektivitas pelaksanaan program dan apakah investasi langsung di lapangan memberikan dampak positif dan mendukung tujuan program. Terdapat tiga Program FORCLIME-FC yang akan dianalisis, yaitu program agroforesty, Patroli hutan bersama rakyat, Tata batas dan tata guna lahan (PLUP) dan program Perhutanan sosial.

Dalam mengukur dampak pada setiap program ditentukan faktor atau indikator dampak, yaitu (1) Program Agroforestry dengan faktor/indikator yang akan dilihat adalah dampak terhadap fungsi ekonomi, fungsi lingkungdan dan fungsi sosial; (2) Program Patroli hutan bersama rakyat dengan fator/indikator yang akan dilihat adalah dampak terhadap Frekuensi, dan area terpatroli Temuan gangguan hutan Temuan flora dan fauna, warisan budaya; (3) Program Tata batas dan tata guna lahan (PLUP), dengan fator/indikator yang akan dilihat adalah dampak terhadap Batas desa Distribusi penggunaan lahan Distribusi manfaat penggunaan lahan; (4) Dampak Perhutanan social, dengan fator/indikator yang akan dilihat adalah dampak terhadap Legalitas Pokja PPS Capaian KUPS.

Analisis Dampak Investasi Program Forclime terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat dilakukan menggunakan metode survey yang mengacu pada metode yang telah dikembangkan oleh CIFOR-BMZ yaitu survey Nested Spheres of Poverty (NESP). Berdasarkan hasil analisis rata-rata di masing-masing DA untuk ketiga kabupaten, yaitu Berau, Kapuas Hulu dan Malinau, secara agregat hanya DA#3 Malinau dan DA#7 Berau yang berada dalam kategori sejahtera, selebihnya berada dalam kategori sedang. Secara rata-rata, pada indeks kekayaan materi (M) dan pada indeks gizi dan kesehatan (G&K), seluruh DA berada pada kategori sejahtera. Sedangkan pada Indeks kesejahteraan subjektif (KS), indeks pengetahuan (P) dan indeks sarana dan pelayanan (S&P), seluruh DA berada pada kategori sedang. Secara rata-rata, tidak ditemukan parameter dengan status miskin di setiap DA.

Analisis Efektvitas Kegiatan dan Temuan di Lapangan sebagai Best Practise program Forclime berdasarkan Target Indikator Logical Framework FORCLIME FC akan digunakan sebagai salah satu dasar dalam penentuan exit strategi. Analisis Efektvitas Kegiatan dan Temuan di Lapangan dilakukan dengan menyandingkan kegiatan-kegiatan pada program FORECLIME FC ke dalam Target Indikator Logical Framework FORCLIME FC dan juga dengan hasil temuan di lapangan sebagai Best Practise di ketiga Kabupaten, yaitu Kapuas Hulu, Berau dan Malinau. Hasil temuan di lapangan sebagai Best Practise diperoleh berdasarkan laporan-laporan FORECLIME FC sebelumnya dan berdasarkan hasil survey lapangan.

Exit strategy bermakna utama pada upaya menjamin kelestarisan dan keberlanjutan program FORCLIME FC dengan berorientasi pada penyiapan kemandirian masyarakat sejak tahap awal proyek hingga berakhirnya proyek FORCLIME FC. Tujuan penyiapan Exit Strategy dalam FORCLIME FC adalah memastikan bahwa program FORCLIME FC akan terus berlangsung sebagai suatu proses pembangunan berkelanjutan, yang mengakar dan menjadi sebuah gerakan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam di wilayahnya, setelah masa proyek FORCLIME FC berakhir.  Proses Pembangunan Berkelanjutan, “Sustainable Development”, adalah suatu proses pembangunan yang berlangsung terus-menerus, berasal atas prakarsa atau inisiatif masyarakatnya karena adanya dorongan atau motivasi perubahan menuju situasi yang lebih baik dan lebih baik lagi, untuk kesejahteraan sekarang dan pertimbangan kemakmuran bagi geneasi yang akan datang.  Exit strategy diperoleh berdasarkan hasil analisis Efektvitas Kegiatan dan Temuan di Lapangan sebagai Best Practise program Forclime berdasarkan Target Indikator Logical Framework FORCLIME FC. Secara umum exit strategy akan di kelompokan menjadi tiga aspek, yaitu exit strategy aspek Kelembagaan, Aspek Finansial dan Aspek Kapasitas. Exit Strategy yang dihasilkan dalam kegiatan ini hanya berdasarkan pada target-target Indikator Logical Framework FORCLIME FC dengan fokus pada empat program yang dievaluasi, yaitu Agroforestry, patrol hutan bersama rakyat, tata batas dan tata guna lahan (PLUP) dan perhutanan sosial.

label, , , , , , , , , , ,